“(Yaitu) hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati bersih.” (Qur’an Surat Asy Syuaraa 26:88-89)
Setelah pada pembahasan sebelumnya kita sama-sama menelaah tentang betapa pentingnya fokus dalam tobat, maka langkah selanjutnya yang perlu kita lakukan dengan fokus adalah menjaga hati agar tidak ternodai lagi dengan kotoran-kotoran dosa. Penting bagi kita untuk fokus menjaga kebersihan hati dari berbagai penyakit yang bisa merusaknya.
Karena, manakala kita rusak, pasti akan berpengaruh kepada seluruh bagian dari diri kita yang juga akan terbawa rusak. Inilah yang diwariskan oleh baginda Rasululah Saw dalam salah satu haditsnya:
“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. Jika segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh tubuh. Namun, jika segumpal darah itu rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.” (Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim)
Betapa banyaknya manusia yang celaka dalam hidupnya di dunia disebabkan kekotoran hatinya sendiri. Tidak sedikit orang yang iri dengki pada tetangganya, ia melaksanakan hidup di luar kemampuannya, berutang ke sana sini lalu terlilit. Kemudian gelisah, malu, hidupnya tersiksa.
Tidak sedikit juga orang yang ingin cepat naik jabatan, ingin terpandang di mata orang lain karena kedudukan, ingin cepat naik gaji dan tunjangan, lalu ia menempuhnya dengan jalan ketidakjujuran. Ia sikut kanan-kiri, halalkan berbagai cara, tak ragu untuk korupsi, sogok sana sogok sini. Kemudian, rasa takut menyempitkan hatinya. Takut ketahuan oleh aparat hukum, sebelum kemudian ia benar-benar terjerat kasus dan dihukum.
Sungguh naf penyakit hati ini. Ada orang yang oleh Allah Swt dianugerahi kedudukan yang terhormat di hadapan masyarakat, dikaruniai ilmu yang berlimpah. Akan tetapi, sayang sekali ia gunakan semua nikmat Allah itu hanya untuk mencari sanjungan, pujian, dan kekaguman orang lain. Ia belum puas jika belum mendapat itu semua. Ini adalah kufur nikmat yang berawal dari hati yang kotor.
Padahal, kita sesungguhnya tidak menjadi terhormat oleh sebab uang, kedudukan, jabatan, gelar, garis keturunan. Bukan itu yang membuat kita dihormati oleh orang lain. Kita dihormati orang lain adalah karena Allah Yang Maha Pengasih masih menutupi keburukan diri kita di hadapan mereka.
Dan, sesungguhnya Allah yang kuasa memberi kedudukan dan kehormatan kepada kita, dan hanya Allah yang kuasa mengambilnya dari kita. Tidak pernah Allah Swt menyebut bahwa alat ukur kesuksesan kita adalah kekayaan, kedudukan atau kepintaran. Alat ukur kesuksesan kita di hadapan-Nya hanyalah ketakwaan kita.
“…Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kau…” (Qur’an Surat Alhujrot 49:13)
Namun, kita juga berhati-hati karena bukan hanya sombong oleh kekayaan dan kedudukan saja yang menjadi indikasi dari kotornya hati. Melainkan juga sikap minder, rendah diri karena urusan kekayaan dan kedudukan pun adalah indikasi dari kotornya hati. Mengapa? Karena itu berarti dunia mendominasi hatinya. Dua sikap ini sama-sama bentuk dari cinta dunia. Sedangkan cinta dunia mendatangkan berbagai macam penyakit hati.
Segala apa yang ada di alam semesta ini mutlak milik Allah Swt. Rumah yang besar atau kecil, milik sendiri atau kontrakan, kendaraan baru atau lama, mahal atau murah, semua sama saja. Semua adalah milik Allah. Manusia hanya dititipi. Lantas, pantaskah manusia sombong dengan benda titipan Allah atau minder dengan karunia Allah?
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar
http://site.inilah.com/inilahkehidupan/read/berita/2103149/fokus-jaga-kebersihan-hati
0 komentar:
Posting Komentar