Fuad Baradja : Karena Negeri Ini (Terus) Dibodohi Oleh Rokok
Bagi mereka yang tumbuh remaja di era 90an mungkin tak asing dengan tokoh satu ini, Fuad Baradja. Wajahnya cukup sering muncul di layar kaca, salah satu yang terkenal adalah drama komedi “Jin dan Jun”. Setelah sekian tahun menghilang, kiprahnya sebagai tokoh publik kembali muncul namun dengan kapasitas yang berbeda. Saat ini ia tergabung sebagai aktivis di Komnas Pengendalian Tembakau sekaligus terapis penyebuhan merokok. Dulu artis sekarang aktivis, dulu selebritis sekarang terapis.
Pria 53 tahun ini mengakui dirinya dulu adalah seorang perokok tepatnya dari tahun 1980 sampai 1991. Ia berhenti setelah sering mengalami sakit batuk. Seiring waktu ia makin sadar betapa bahayanya rokok. Pria kelahiran Solo ini akhirnya memutuskan untuk terjun langsung ke masyarakat sebagai aktivis. Setelah hampir sepuluh tahun terjun di dunia penanggulangan masalah tembakau, ia merasa tidak punya “alat” yang benar-benar bisa membuat orang behenti merokok. Ia hanya bisa memberikan informasi dan motivasi agar orang mau meninggalkan kebiasaan merokok, dan itu belum cukup. Baru di tahun 2009 ia berkenalan dan mulai belajar dengan sebuah metode terapi yang disebut SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). Sejak saat itu hingga sekarang Fuad semakin rajin berkeliling Indonesia untuk mengisi seminar sekaligus mengaplikasikan ilmu terapinya kepada para perokok yang ingin sembuh.
Ditemui di sela-sela praktek terapinya di salah satu kawasan industri di Bekasi, Fuad Baradja berbagi cerita dan pengalaman terjun di dunia penanggulangan rokok. Awal mula Fuad terjun di dunia yang sebenarnya kurang populer untuk ukuran seorang selebritis ini yaitu karena ia merasa terpanggil untuk menyelamatkan bagsa Indonesia dari bahaya rokok. Tahun 1998 ia membaca sebuah tulisan di koran bahwa uang yang diterima pemerintah dari cukai rokok saat itu sebesar 3,5 triliun rupiah tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi dampak buruk rokok yang mencapai empat kali lipat. Semakin jauh, pemeran papanya Jun ini makin sadar bahwa rokok bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga masalah masa depan bangsa.
Negara-negara lain sudah meratifikasi undang-undang pengendalian tembakaunya, bahkan lebih jauh memberlakukan aturan ketat untuk menekan peredaran rokok. Dalam lingkup luas yaitu di negara-negara Uni Eropa tidak mengizinkan berbagai bentuk promosi dan iklan rokok sejak tahun 2000 yang lalu. Sementara di Amerika Serikat hampir semua negara bagiannya memberlakukan aturan bagi perusahaan rokok untuk mengeluarkan biaya penanggulangan dampak tembakau dalam bentuk CSR (corporate social responsibility) dengan jumlah minimal sama dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut untuk memproduksi dan berpromosi tentang produknya. Tak heran disana hampir semua yayasan kanker paru-paru dan program kesehatan paru-paru di berbagai rumah sakit didanai oleh perusahaan rokok. Walaupun belum seketat negara lain, dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura sudah melaksanakan aturan yang paling mudah diberlakukan untuk mengurangi konsumsi rokok, yaitu menaikkan cukai rokok. Wajar jika rokok menjadi barang mahal disana. Jika di Indonesia satu bungkus rokok harganya sepuluh ribu rupiah maka di kedua negara tersebut harganya bisa mencapai dua ratus ribu rupiah. Indonesia sangat lemah melindungi warganya akan bahaya rokok. Bersama Zimbabwe, Indonesia adalah satu-satunya negara yang masih mengizinkan penayangan iklan rokok dan bersama Zimbabwe serta Korea Utara, Indonesia adalah negara yang belum menandatangani ratifikasi undang-undang pengendalian tembakau yang dibuat oleh PBB.
Berbagai iklan dan promosi rokok nyaris 24 jam sehari terlihat. Bermacam acara yang melibatkan orang dalam jumlah masal juga disponsori oleh perusahaan rokok. Yang ironis, kegiatan olahraga yang mengkampanyekan gaya hidup sehat juga ikut tercemar dengan didanai oleh perusahaan rokok. Indonesia adalah pasar yang luas dan sangat menguntungkan karena jumlah populasi yang besar dan peraturan tentang rokok yang terlalu longgar. Beberapa perusahaan tembakau asing pun seolah berlomba menginvasi dengan cara membeli perusahaan tembakau lokal. Tak heran karena mereka sendiri sudah kesulitan untuk bergerak bahkan di negeri asalnya sendiri.
Negeri ini selalu saja dibodohi oleh rokok, begitu kata Fuad. Pemerintah masih saja melindungi industri rokok dengan alasan klise mendatangkan pemasukan kas negara dalam jumlah besar sekaligus mengurangi pengangguran karena dapat menampung banyak tenaga kerja, padahal mereka tahu betapa kronisnya bahaya merokok dan yang dipertaruhkan adalah masa depan bangsa. Mungkin satu-satunya yang bisa menyadarkan yaitu jika efek negatif rokok langsung terasa dalam waktu singkat. Ia juga berbagi cerita setahun yang lalu ia bertemu dengan Jonathan Miller reporter stasiun TV asal Inggris, Channel 4, yang sedang meliput betapa endemiknya rokok di Indonesia. Dalam acara yang bernama Unreported World 2012 : Indonesias Tobacco Children itu, Fuad dipertemukan dengan Maulana Susanto, seorang anak perokok berumur enam tahun asal kota Malang yang merokok sejak usia dua tahun dan bisa menghabiskan satu bungkus rokok tiap harinya. Sebuah fakta yang Fuad harap hanyalah sebuah mimpi buruk.
Ayah empat anak ini juga menceritakan kisah tentang seorang ayah yang rela jauh-jauh dari Cirebon ke Jakarta khusus menemui dirinya meminta disembuhkan dari kebiasaan merokok karena sangat menyesal mengetahui anaknya yang masih duduk di bangku TK ternyata mengikuti kebiasaan buruknya. Namun diantara sekian banyak kisah, penuturan seorang nelayan yang juga perokok di acara testimoni Hari Anti Tembakau dunia di gedung DPR Senayan beberapa tahun yang lalu adalah horor terburuk bagi Fuad. Diceritakan si nelayan mempunyai empat orang anak dimana dua diantaranya tidak melanjutkan sekolah karena alasan kekurangan biaya, sementara itu ia bisa menghabiskan enam ratus ribu rupiah per bulan untuk memuaskan kebiasaan merokoknya yang bisa menghabiskan tiga sampai empat bungkus rokok per hari. Disinggung mengenai itu si bapak nelayan menjawab lebih baik anak-anaknya yang berhenti sekolah daripada ia berhenti merokok. Sebuah tragedi.
Di akhir perbincangan, mantan aktor ini berpesan bahwa rokok itu candu. Dan seseorang tidak akan kecanduan jika orang tersebut tidak memulainya. Yang terjadi sekarang adalah berbagai bentuk iklan rokok dibuat dengan tujuan memancing orang supaya menghisap rokok untuk pertama kalinya dengan menciptakan kesan bahwa merokok itu keren, penuh gaya dan lain sebagainya. Jika itu sudah terjadi, tanpa iklan pun orang akan terus ingin merokok. Penyebabnya adalah nikotin yang terkandung dalam rokok adalah racun yang sangat adiktif. Oleh karenanya bagi Fuad seharusnya tingkat konsumsi rokok itu diukur bukan dari jumlah batang rokok yang dihisap, tapi jumlah kadar nikotin yang masuk ke tubuh karena menghisap rokok. Tak heran jika kebiasaan merokok sangat sulit dihentikan. Modal utama untuk sembuh yaitu niat yang kuat. Seperti kata mantan menteri pendidikan almarhum Fuad Hassan yang juga mantan perokok berat, “If you don’t smoke, don’t start. If you smoke, don’t stop”.
http://aansmile.wordpress.com/2013/10/01/karena-negeri-ini-terus-dibodohi-oleh-rokok/
0 komentar:
Posting Komentar