Aksi intelijen dari pihak PDI Perjuangan yang ingin memantau ceramah-ceramah atau khutbah Jumat di masjid menuai kritik.
“Dalam Islam tidak ada larangan bicara politik di masjid. Justru masjid harus dijadikan pusat pencerdasan dan pencerahan politik bagi umat Islam,” ujar dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Azhari Akmal Tarigan, Senin (2/6/2014).
Menurutnya, dai dan khatib atau pencemarah yang baik justru memberikan pencerahan kepada jamaahnya tentang masalah-masalah aktual dalam khutbahnya. Jika saat ini menjelang Pilpres, maka penceramah bisa memasukkan materi pilpres.
“Tentu materi khutbah tentang pilpres yang sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, seorang Presiden harus memiliki sifat amanah, tidak khianat atau ingkar janji. Pemimpin itu harus alqawiyyu alamin, tegas dan dipercaya. Itu kan ajaran Islam, termuat dalam surat Al-Qashash ayat 26,” ungkapnya.
Azhari mengimbau kepada para khatib atau penceramah untuk tidak takut bicara politik di masjid, meski ada keinginan pihak tertentu untuk memantau isi khutbah.
“Sebab zaman Orde Baru dai, khatib atau penceramah sulit sekali bergerak. Sudah ada Dewan Mesjid Indonesia, suara TOA atau pengeras mesjid sudah diminta dikurangi, sekarang materi khutbah mau dibatasi. Ini ada apa sebenarnya?” tanyanya.
Azhari meminta kepada parpol atau capres jangan melakukan kampanye negatif dengan membuka luka lama hubungan Islam dan negara yang dulu pernah berjalan tidak baik. “Menginteli mesjid seperti ini mengingatkan umat Islam pada era Jenderal Benny Moerdani,” tandasnya.
Sebelumnya, PDI Perjuangan menjalankan aksi intelijen terhadap masjid-masjid. Mengawasi setiap khutbah yang ada. Anggota Tim Sukses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, tidak menampik itu. Dia mengatakan, memang kader partai yang Muslim diminta untuk melakukan aksi intelijen terhadap masjid-masjid. (inilah.com)
salam-online
http://salam-online.com/2014/06/diawasi-khatib-jangan-takut-bicara-politik-di-masjid.html
0 komentar:
Posting Komentar