Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR RI Herlini Amran menilai kinerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan belum maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap jajanan anak sekolah.
"Jajanan anak sekolah memegang peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak sekolah. Menurut penelitian Guhardja 2004 di Bogor, 36 persen kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan," katanya di Jakarta, Kamis.
Namun, ia menambahkan, berdasarkan data BPOM sendiri ternyata ditemukan hanya 64,54 persen produk pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat.
Menurut dia, data itu menunjukkan bahwa kinerja BPOM masih belum optimal dan efektif padahal BPOM sudah memiliki Program Rencana Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diresmikan oleh Wapres RI pada 31 Januari 2011 silam.
Berdasarkan data survei BPOM yang disampaikan ke DPR, terungkap dari sampling yang dilaksanakan oleh 30 Balai POM di Indonesia dengan sampel 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia, didapatkan jajanan anak di 3.103 sekolah atau 64,54 persen sekolah memenuhi syarat. Sisanya sebanyak 1.7,05 atau 35,46 persen sampel tidak menenuhi syarat.
Jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan disebabkan oleh penyalahgunaan bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow, penggunaan Bahan Tambahan Pangan berlebihan, tercemar logam berat dan pestisida, serta buruknya higiene dan sanitasi yang menyebabkan rendahnya kualitas mikrobiologis.
Rendahnya kualitas jajanan anak sekolah itu, ujarnya, dapat memperburuk status gizi anak sekolah akibat terganggunya asupan gizi.
"Pemerintah dalam hal ini BPOM harus membuat trobosan baru untuk mengurangi jajanan anak yang tidak memenuhi syarat, seperti bekerja sama dengan Pemda, kepala sekolah, guru dan wali murid terkait sosialisaisi dampak jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Selain itu, harus ada pula program pembinaan para penjaja makanan anak sekolah yang telah teridentifikasi melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan mengolah jajanan yang sehat, aman, dan tentunya halal.
"Pedagang-pedagang nakal yang terbukti tidak mematuhi setandar jajanan anak sekolah tersebut harus ditindak sesuai kadar pelanggarannya, demi melindungi kesehatan anak-anak bangsa," ujarnya.
(D011/N002)
"Jajanan anak sekolah memegang peran penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak sekolah. Menurut penelitian Guhardja 2004 di Bogor, 36 persen kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan," katanya di Jakarta, Kamis.
Namun, ia menambahkan, berdasarkan data BPOM sendiri ternyata ditemukan hanya 64,54 persen produk pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat.
Menurut dia, data itu menunjukkan bahwa kinerja BPOM masih belum optimal dan efektif padahal BPOM sudah memiliki Program Rencana Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diresmikan oleh Wapres RI pada 31 Januari 2011 silam.
Berdasarkan data survei BPOM yang disampaikan ke DPR, terungkap dari sampling yang dilaksanakan oleh 30 Balai POM di Indonesia dengan sampel 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia, didapatkan jajanan anak di 3.103 sekolah atau 64,54 persen sekolah memenuhi syarat. Sisanya sebanyak 1.7,05 atau 35,46 persen sampel tidak menenuhi syarat.
Jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan disebabkan oleh penyalahgunaan bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, methanyl yellow, penggunaan Bahan Tambahan Pangan berlebihan, tercemar logam berat dan pestisida, serta buruknya higiene dan sanitasi yang menyebabkan rendahnya kualitas mikrobiologis.
Rendahnya kualitas jajanan anak sekolah itu, ujarnya, dapat memperburuk status gizi anak sekolah akibat terganggunya asupan gizi.
"Pemerintah dalam hal ini BPOM harus membuat trobosan baru untuk mengurangi jajanan anak yang tidak memenuhi syarat, seperti bekerja sama dengan Pemda, kepala sekolah, guru dan wali murid terkait sosialisaisi dampak jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Selain itu, harus ada pula program pembinaan para penjaja makanan anak sekolah yang telah teridentifikasi melalui kegiatan sosialisasi dan pelatihan mengolah jajanan yang sehat, aman, dan tentunya halal.
"Pedagang-pedagang nakal yang terbukti tidak mematuhi setandar jajanan anak sekolah tersebut harus ditindak sesuai kadar pelanggarannya, demi melindungi kesehatan anak-anak bangsa," ujarnya.
(D011/N002)
Editor: Suryanto
sumber http://www.antaranews.com
0 komentar:
Posting Komentar