Mantan Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi menjelaskan bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) adalah suatu yang kebablasan dan tidak perlu. Baginya permasalahan peran perempuan adalah tidak tepat untuk diatur dalam sebuah undang-undang.
Bagi Sekjen International Conference for Islamic Scholars (ICIS) ini, tidak ada yang namanya diskriminasi terhadap perempuan dalam Islam. Perempuan itu dibatasi hanya pada ruangan fitrahnya, namun sarana ekspresi bagi kreatifitasnya selama tidak bertentangan dengan norma Agama maka Islam mendukung kemajuan peran perempuan dalam masyarakat.
“Pembatasan itu ada pada hubungan lelaki perempuan agar tidak terjadi pelanggaran moral dan sebagainya,” jelas pendiri Pesantren Al Hikam ini kepada hidayatullah.com.
Hasyim Muzadi justru mencurigai bahwa keberadaan RUU KKG ini justru bisa menjadi kendaraan dari kepentingan yang tidak berbau hak perempuan, melainkan pintu masuk dari agenda legalisasi pernikahan sejenis dan budaya-budaya Barat kedalam sum-sum kehidupan perempuan di Indonesia.
“RUU ini bukan lebih baik ditolak, tapi memang harus ditolak ketika sudah ada rencana-rencana melegalkan perkawinan sejenis,” tambahnya lagi.
Senada dengan Hasyim Muzadi, Saharuddin Daming salah satu anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menilai, gagasan RUU KKG merupakan suatu hal yang kebablasan. Mengingat peran wanita di Indonesia sejak zaman RA. Kartini terus difasilitasi oleh Negara. Bahkan ia juga menyatakan.
“RUU KKG itukan ide yang disengaja ditiup-tiupkan dalam rangka kampanye feminism international,” jelasnya kepada hidayatullah.com saat ditemui di kantornya beberapa lalu.
Daming juga menjelaskan tidak ada titik masalah yang relevan di Indonesia sehingga masalah perempuan harus diatur dalam sebuah undang-undang. Ia juga membantah bahwa perempuan di Indonesia itu didiskriminasikan, karena peran perempuan di Indonesia jauh lebih bebas di bandingkan Negara demokrasi bahkan Amerika sekalipun.
“Dibandingkan Amerika, Negara itu belum punya presiden perempuan, sedangkan di Indonesia kita sudah melahirkan seorang perempuan sebagai presiden dan wakil presiden,” jelas laki-laki tuna netra pertama yang aktif di Komnas HAM.
Baginya RUU KKG ini sebaiknya dibatalkan, terlebih nilai-nilai yang mengendarai tujuan RUU ini selain feminisme, besar kemungkinan juga akan mengarah pada legalisasi pernikahan sejenis.
Daming dan Hasyim Muzadi sepakat, sekuat apapun aturan international mengenai hak asasi manusia (HAM), seorang warga Negara Indonesia harus tetap patuh pada aturan Pancasila yang berdasarkan nilai-nilai agama.
Jadi ketika RUU KKG ini mengandung kandungan feminisme dan legalisasi Lesbian, Gay, Bisek dan Transgender (LGBT) maka RUU ini harus ditolak dan dibatalkan.
“Umat Islam harus bergerak tegas untuk menolak,” tegas Hasyim Muzadi senada dengan Saharuddin Daming.*
Rep: Thufail Al-Ghifari
Red: Cholis Akbar
Bagi Sekjen International Conference for Islamic Scholars (ICIS) ini, tidak ada yang namanya diskriminasi terhadap perempuan dalam Islam. Perempuan itu dibatasi hanya pada ruangan fitrahnya, namun sarana ekspresi bagi kreatifitasnya selama tidak bertentangan dengan norma Agama maka Islam mendukung kemajuan peran perempuan dalam masyarakat.
“Pembatasan itu ada pada hubungan lelaki perempuan agar tidak terjadi pelanggaran moral dan sebagainya,” jelas pendiri Pesantren Al Hikam ini kepada hidayatullah.com.
Hasyim Muzadi justru mencurigai bahwa keberadaan RUU KKG ini justru bisa menjadi kendaraan dari kepentingan yang tidak berbau hak perempuan, melainkan pintu masuk dari agenda legalisasi pernikahan sejenis dan budaya-budaya Barat kedalam sum-sum kehidupan perempuan di Indonesia.
“RUU ini bukan lebih baik ditolak, tapi memang harus ditolak ketika sudah ada rencana-rencana melegalkan perkawinan sejenis,” tambahnya lagi.
Senada dengan Hasyim Muzadi, Saharuddin Daming salah satu anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menilai, gagasan RUU KKG merupakan suatu hal yang kebablasan. Mengingat peran wanita di Indonesia sejak zaman RA. Kartini terus difasilitasi oleh Negara. Bahkan ia juga menyatakan.
“RUU KKG itukan ide yang disengaja ditiup-tiupkan dalam rangka kampanye feminism international,” jelasnya kepada hidayatullah.com saat ditemui di kantornya beberapa lalu.
Daming juga menjelaskan tidak ada titik masalah yang relevan di Indonesia sehingga masalah perempuan harus diatur dalam sebuah undang-undang. Ia juga membantah bahwa perempuan di Indonesia itu didiskriminasikan, karena peran perempuan di Indonesia jauh lebih bebas di bandingkan Negara demokrasi bahkan Amerika sekalipun.
“Dibandingkan Amerika, Negara itu belum punya presiden perempuan, sedangkan di Indonesia kita sudah melahirkan seorang perempuan sebagai presiden dan wakil presiden,” jelas laki-laki tuna netra pertama yang aktif di Komnas HAM.
Baginya RUU KKG ini sebaiknya dibatalkan, terlebih nilai-nilai yang mengendarai tujuan RUU ini selain feminisme, besar kemungkinan juga akan mengarah pada legalisasi pernikahan sejenis.
Daming dan Hasyim Muzadi sepakat, sekuat apapun aturan international mengenai hak asasi manusia (HAM), seorang warga Negara Indonesia harus tetap patuh pada aturan Pancasila yang berdasarkan nilai-nilai agama.
Jadi ketika RUU KKG ini mengandung kandungan feminisme dan legalisasi Lesbian, Gay, Bisek dan Transgender (LGBT) maka RUU ini harus ditolak dan dibatalkan.
“Umat Islam harus bergerak tegas untuk menolak,” tegas Hasyim Muzadi senada dengan Saharuddin Daming.*
Rep: Thufail Al-Ghifari
Red: Cholis Akbar
sumber : www.hidayatullah.com
0 komentar:
Posting Komentar